![](http://radar.web.id/wp-content/uploads/2017/10/IMG-20171018-WA0004.jpg)
Bupati Bandung Barat Abubakar
CIKALONGWETAN-Kerap menerima pengaduan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum LSM/ormas, wartawan, karang taruna, dan warga sekitar kepada pelaksana pembangunan insfrastruktur jalan, Bupati Bandung Barat Abubakar meninjau langsung perbaikan jalan Cisomang-Cipada di Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat.
“Saya kerap menerima laporan dari beberapa pelaksana proyek katanya ada tekanan dari masyarakat dengan dalih tidak melibatkan warga sekitar dan meminta sejumlah uang, setelah di cek ke lapangan pelaksana telah menempuh prosedur dengan baik termasuk menjalin koordinasi dengan warga sekitar bahkan ada warga terlibat langsung dalam pengerjaan,” ungkap Abubakar.
Bupati menjelaskan, di bawah kepemimpinannya Pemerintah Bandung Barat telah berupaya melakukan perbaikan insfrastruktur jalan agar aksebilitas sosial dan ekonomi masyarakat meningkat.
Namun dalam prosesnya tentu terdapat banyak kendala teknis seperti masih ada oknum yang memanfaatkan keuntungan pribadi dengan menekan kontraktor pemenang tender.
“Insfrastruktur ini kan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak, jangan sampai pengerjaan terganggu dan pada akhirnya menghambat penyelesaian,”ujarnya.
Dirinya berharap, warga sekitar bersama pemerintah daerah saling bahu membahu menuntaskan pengerjaan jalan sesuai tenggat waktu. Pelibatan masyarakat telah diatur dalam kerjasama dengan pemenang tender.
“Mindset kita harus diubah, jangan mau untung dengan jalan instan. Kan warga sekitar bisa bantu menjadi tukang, pelaksana proyek juga butuh tenaga kerja lokal,” jelasnya.
Sebagai contoh Abubakar mengatakan, pengerjaan proyek peningkatan ruas jalan Cisomang-Cipada sepanjang 1,5 Kilometer dengan lebar 3 meter yang dikerjakan CV. Aria Putra Perkasa dengan nilai proyek Rp 1,2 miliar harus selesai selama 90 hari kerja.
Dalam pengerjaan kontraktor melibatkan 60 persen pekerja pemuda sekitar, bahkan tenaga ahli mereka mengajari dulu warga yang mau bekerja menyelesaikan proyek tersebut.
“Pemuda di sini malah ikut bekerja dan sebelumnya diajari dulu tenaga ahli kontraktor, ini yang saya maksud mengubah pola pikir asalkan kita memiliki niat menjadi warga bandung barat yang maju dan berdaya saing,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, kontraktor pemenang tender proyek pengerjaan jalan di Bandung Barat mengeluh adanya tekanan dari oknum masyarakar, agar dapat melaksanakan proyek dengan tenang, kontraktor mesti mengeluarkan uang yang nilainya bisa mencapai puluhan juta.
Pelaksana proyek pembangunan Jalan Sesko AU di Kecamatan Lembang, Malih mengaku tak mengalami permasalahan berarti dalam mengerjakan pembetonan jalan. Meski begitu, dia mengungkapkan, rekan-rekannya sesama kontraktor sering dimintai uang oleh berbagai pihak saat melaksanakan proyek.
“Di sini saya bersyukur, ada petugas dari polsek dan koramil yang membantu. Tidak pakai diminta, petugas mau membantu buat penjagaan. Warga di sekitar sini juga baik, karena mungkin senang kalau jalannya dibetulkan. Tukang ojek itu rajin ikut mengatur lalu lintas, kemudian warga suka memberi suguhan buat pekerja,” kata Malih di lokasi proyek, Selasa (26/9/2017).
Berbeda dengan di Lembang, menurut dia, pengerjaan proyek di Kecamatan Ngamprah banyak mengalami hambatan. Dari mulai pengukuran jalan, penggunaan alat berat, hingga ketika pembangunan dilaksanakan sejumlah pihak kerap memintai uang kepada kontraktor. Alasannya, uang itu diperlukan untuk biaya koordinasi.
“Kerja malam enggak boleh, kalau kerja siang bikin macet. Kalau becko bolak-balik diomeli, kalau becko disimpan harus bayar. Kalau mau ngecor jalan itu banyak yang menonton, biasanya ada saja yang merecoki. Ketua RW juga ikut minta Rp 1,5 juta, katanya buat koordinasi. Kalau enggak dikasih, ya enggak dikasih jalan. Malah, anak kecil juga ikut menghalangi becko. Dikasih jajan dulu baru dia mau pergi,” katanya.
Namun, dia menekankan, pengerjaan proyek di Ngamprah itu bukan dilaksanakan olehnya. “Itu bukan saya. Akhirnya, dia korban duit sendiri. Kalau perusahaan, mana mau kasih gantinya. Buat organisasi itu ngasih Rp 15 juta, tapi dimintanya Rp 50 juta. Itu pakai uang mandorlah. Besoknya, yang lain ada lagi yang minta. Baru dapat berapa meter pengerjaan, ada lagi yang minta. Makanya, teman saya pusing,” tuturnya.
Pelaksana proyek pembangunan Gedung Depo Arsip di Kantor Pemkab Bandung Barat di Ngamprah, Reno juga mengeluhkan hambatan nonteknis dalam pengerjaan proyek. Pasalnya, warga sekitar meminta pembatasan jam kerja. Dengan alasan bising, pengerjaan tak boleh lewat dari pukul 18.00. Padahal, pembangunan gedung senilai Rp 3,5 miliar itu harus diselesaikan dalam waktu 90 hari kerja.
Demi alasan keamanan, kontraktor pun mencoba beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga pengerjaan proyek dilakukan sesuai permintaan warga. “Dilema juga buat kami. Di satu sisi, kami harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Namun, di sisi lain kami dipacu untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu,” ucapnya. (wie/hms)
![](https://ragamdaerah.com/wp-content/uploads/2022/05/logo-ragam-daerah1.png)