Pemerintahan

Bapelitbangda & Banggar Bantah APBD KBB Defisit, Ini Penjelasannya

RAGAM DAERAH– Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD KBB, Bagja Setiawan menepis, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) KBB mengalami defisit pada tahun ini. “Tidak defisit tapi balance. Jadi terlalu dini jika hari ini bicara APBD defisit,” kata Bagja kepada wartawan, Senin (1/8/2022)

Alasan itu Ketua Komisi IV ini menyebutkan, jika dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan prodak yang dibuat antara Banggar dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Bandung Barat.

“Artinya dokumen APBD merupakan prodak yang disepakati bersama. Jika pun APBD angka indikatif belum pasti masih perkiraan tapi sudah jelas dasar hukumnya,” kata Bagja, Senin (1/8/2022).

Lantas apa saja yang menjadi dasar hukum itu? Politisi PKS ini mengatakan, salah satu contohnya adalah pendapatan yang sumber anggaran dari Peraturan Mentri Keuangan soal standar biaya masuk anggaran, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, juga surat keputusan gubernur terkait dengan bantuan keuangan.

“Belanja juga harus disesuaikan dengan rencana kerja, rencana strategis dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Jadi dengan dasar itu kita sepakat penyesuaian APBD,” tuturnya.

Bagja juga mengatakan, jika pun dalam perjalan penggunaan anggaran terjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) diangka Rp 190 miliar tapi berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Rp  84 miliar, jadi mesti ada penyesuaian sejumlah Rp 100 miliar atau bagi hasil yang tadinya dianggarkan berapa tapi realisasinya lebih kecil. “Ya jadi banyak asumsi-asumsi yang meleset dari angka perkiraan. Itu yang biasa disebut defisit padahal bukan dan sekarang sedang berjalan APBD 2022,” ungkapnya.

Semua itu, sambung Bagja, akan disesuaikan dalam APBD perubahan yang disepakati antara Banggar dengan TAPD.

“Jadi endingnya akan balance nanti,” kata Bagja.

Namun itu bukan tanpa konsekuensi kata Bagja.  Makanya pihaknya meminta kepada Pemkab Bandung Barat untuk melalukan terobosan di antaranya menaikan pendapatan daerah, atau efesiensi belanja daerah mana yang prioritas dan tidak. “Jadi ini hal biasa terjadi tidak hanya di KBB saja tapi seluruh kabupaten dan kota lain juga terjadi seperti itu, dan ini bukan kali pertama terjadi,” pungkasnya.

Nada yang sama dilontarkan Kepala Bapelitbangda Kabupaten Bandung Barat (KBB, Asep Wahyu. Dia menyebutkan, APBD KBB 2022 masih berjalan sehingga tidak tepat jika dikatakan defisit.

“Defisit baru ketahuan pada saat pembahasan anggaran perubahan. Sekarang kan masih dalam tahun berjalan sehingga belum ketahuan defisit atau tidaknya,” kata Asep Wahyu.

Dijelaskannya, APBD itu dibahas bersama antara Pemkab Bandung Barat dengan DPRD KBB. Pihak DPRD tidak akan mengesahkan APBD jika tidak seimbang antara belanja dengan pendapatan.

“Defisit bisa saja terjadi jika bantuan, misalnya dari pusat atau provinsi realisasinya tidak sesuai dengan besaran yang dijanjikan, sementara APBD sudah terlanjur disahkan.Inilah yang menjadi salah satu penyebab defisit tapi itu bisa diseimbangkan. Jadi enggak ada dalam kamus sejarahnya APBD benar-benar defisit,” kata Asep Wahyu.

Ia memberikan contoh lain, soal gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Tadinya, gaji untuk PPPK masuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU) namun ternyata tidak terakomodir.

“Akhirnya ya menjadi tanggungan APBD KBB,” ucapnya. ***

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top