LEMBANG – Ribuan petani kopi di Kabupaten Bandung Barat (KBB) merugi hingga ratusan juta rupiah. Penyebabnya, perkebunan kopi yang di tanamnya mengalami gagal panen karena faktor cuaca.
Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) KBB, Kurnia Danumiharja mengatakan, setiap tahun, rata-rata petani kopi bisa memproduksi kopi hingga 2,7 ton/hektare. Nah musim panen tahun ini menurun drastis.
“Tahun ini petani rugi karena gagal panen total. Saya saja biasanya dari 10 hektare kebun kopi bisa panen 27 ton. Tapi untuk tahun ini hanya 1,5 ton saja,” kata Kurnia kepada Pasundan Ekspres di Lembang, Senin (4/9).
Dia menambahkan, sistem panen kopi biasanya mulai dari Maret hingga September. Namun untuk tahun ini panen kopi hanya di bulan Agustus.
“Seharusnya bulan ini masih bisa panen, karena pada saat musim bunga kopi tumbuh cuaca masih hujan, padahal seharusnya musim kemarau panjang,” ungkapnya.
Mengantisipasi gagal panen ini, lanjut Kurnia, para petani kopi melakukan pengolahan kopi sendiri mulai dari cherry hingga green bean untuk bisa dijual ke kedai dan kafe. Namun tidak semua petani kopi di KBB bisa mengolahnya sendiri karena keterbatasan SDM dan akses pasar lokal. “Antisipasinya, kami tidak menjual ke eskportir, tapi diolah sendiri. Padahal, kalau produksi kopi melimpah, kopi ini bisa di ekspor ke luar negeri. Mulai dari negara-negara asia, Amerika hingga eropa,” ujar pria yang juga memiliki produk kopi olahan sendiri bernama kopi arjuna.
Akibat gagal panen tahun ini, harga kopi tidak bisa membantu para petani. Misalkan, harga kopi jenis Arabica masih di kisaran harga Rp 8000/kg untuk chery, Rp55 ribu/kg untuk kopi greenbean Rp65 ribu/kg.
Melihat hukum pasar, bahwa jumlah produksi menurun maka permintaan akan bertambah sehingga dapat mempengaruhi harga jual. “Kalau jumlah kopi banyak bisa di ekspor dengan harga Rp65 ribu per kilogram. Tapi untuk dilokal hanya sekitar Rp55 ribu saja,” ungkapnya.
Seperti diketahui, berdasarkan data Dinas Pertanian KBB, ada sekitar 7.500 kepala keluarga di KBB yang bergantung pada sektor perkebunan dari 50 % warga KBB yang bermata pencaharian dari pertanian. Sekitar 8.400 laki-laki dan 7.900 perempuan bekerja sebagai petani kopi, dengan tingkat produksi kopi yang mencapai lebih dari 1.000 ton pada tahun 2016.
Untuk wilayah perkebunan kopi di KBB meliputi 14 kecamatan dari total 16 kecamatan yang ada.
Dari data 2016, lahan tanaman kopi arabika di KBB yakni seluas 1.727 hektare, sedangkan kopi robusta ditanam di lahan seluas 492 hektare. (wie)