Politik

Polemik Beasiswa Mahasiswa UIN, Galuh : Kembali ke Political Will Pimpinan

Direktur Eksekutif Sundanesia Digdaya Institute, Moch Galuh Fauzi, M.KP. ft dok pribadi

PADALARANG— Dinamika terkait 50 mahasiswa UIN SGD Bandung yang diputus beasiswanya perlu menjadi perhatian khusus. Apalagi Plt Bupati Bandung Barat, Hengky Kurniawan dengan jelas mengatakan, bahwa program tersebut tidak sesuai dengan rekomendasi dari BPK.

Lebih jauh, Plt menyebut ada oknum yang menjadi inisiator pengusul program beasiswa ini dengan hanya memilih satu kampus saja. “Saya kira masyarakat sudah tahu siapa oknum yang dimaksud Plt Bupati,” ujar Direktur Eksekutif Sundanesia Digdaya Institute, Moch Galuh Fauzi, M.KP, Kamis (17/2/2022).

Galuh mengaku heran ketika pemerintah daerah tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk mereka yang dirasa layak menerima bantuan dari pemerintah dalam bidang pendidikan. “Padahal jelas amanat Pasal 49 UU Nomor 20 tahun 2003 ayat 1 yaitu dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” kata alumnus peraih beasiswa unggulan Kemendikbud kategori masyarakat berprestasi ini.

Artinya ini, sambung Galuh, kembali ke political will pemerintah. “Apakah 20% anggaran untuk bidang pendidikan itu sudah dijalankan, kemudian larinya kemana saja, saya rasa pemerintah perlu memberikan informasi terkait postur tubuh anggaran 20% tersebut,” tutur Galuh.

Namun sambung Galuh, bila benar informasi yang disampaikan Plt Bupati bahwa ini tidak sesuai dengan rekomendasi dari BPK, kemudian tolak ukur prestasinya tidak jelas, hingga ditemukan dugaan adanya unsur bisnis, tentu Plt Bupati mempunyai kewenangan untuk menghentikan program tersebut dengan catatan dibarengi dengan adanya solusi yang ditawarkan oleh pemerintah.

“Dalam hal ini, pemerintah daerah ke depan perlu belajar agar hal serupa tidak terulang, bila APBD dirasa tidak memungkinkan ada baiknya pemerintah mengadvokasikan program beasiswa lainnya, salah satunya melalui skema pembiayaan lain seperti beasiswa yang bersumber dari APBN atau kerjasama dengan yayasan/Non Governmental Organization (NGO)
yang memang memiliki fokus di bidang pendidikan,” jelasnya.

Misalnya, kata Galuh, di Kemendikbud sudah jelas setiap tahunnya ada beasiswa unggulan untuk beberapa kategori masyarakat yang berprestasi dengan jumlah anggaran yang jauh lebih besar daripada beasiswa Pemda. “Karena beasiswa unggulan dari Kemendikbud ini tidak hanya mengcover uang kuliah melainkan uang buku sampai uang saku bulanan,” ungkapnya.

Salah satu point persyaratan mendapatkan beasiswa ini ialah adanya rekomendasi dari institusi terkait, hal ini bisa juga dimaknai dari Pejabat setempat. “Jadi Plt ke depan kasih aja rekomendasi kepada mahasiswa yang memang punya prestasi, selebihnya diterima/tidak itu jadi urusannya Kemendikbud dan ini terbilang fair, kalau mahasiswa tersebut memang memenuhi kriteria ya pasti masuk jadi tidak ada lagi keraguan dari Mas Plt seperti beasiswa 50 mahasiswa tersebut terkait benar/tidaknya ikut melaksanakan ujian beasiswa dimaksud,” jelas Galuh.

Galuh mengaku paham betul bagaimana keresahan mahasiswa bila harus berhenti kuliah karena persoalan anggaran. Namun di sisi lain juga memahami pemerintah punya aturan main yang harus dipertanggungjawabkan setiap pengeluaran anggarannya. “Jadi ini kembali ke political will pimpinan saja, apakah akan melanjutkan beasiswa tersebut dengan memangkas pos anggaran program-program Plt yang memang bisa dirasa tidak urgent atau memang mengorbankan nasib ke 50 mahasiswa tersebut dengan dasar aturan tadi,” pungkasnya. ***

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

To Top