Artikel

Siapakah Penumpang Gelap?

Djamukertabudhi. Ft dok ragam daerah

oleh

Djamukertabudhi

Pemerhati Politik & Pemerintahan UNUR


PJ.BUPATI Bandung Barat Arsan Latif lagi giat-giatnya menghadiri musrenbang tingkat kecamatan yang saat ini berlangsung untuk memberikan arahan kepada peserta akan pentingnya momen ini dalam rangka penyusunan rencana pembangunan yang bersifat partisipatif, dan memenuhi asas “bottom up planning”.

Memang secara ptotokoler kewajiban beliau ini hadir dengan tidak mewakilkan pada acara musrenbangda tingkat Kabupaten. Sehingga hal yang wajar jika ada pihak yang mempertanyakan atas tindakan yang dilakukan Pj. Bupati ini sampai harus terjun ke musrenbang tingkat kecamatan.

Namun bagi penulis melalui pendekatan substantif, beranjak dari persoalan manajemen keuangan daerah yang dihadapi Pemda KBB saat ini dengan isu defisitnya yang berdampak pada kinerja perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya, maka tindakan Pj. Bupati untuk “turun gunung” Ini cukup beralasan.

Mengingat dilihat dari siklus anggaran yang terdiri dari aspek perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengawasan, dan pelaporan & pertanggungjawaban, maka posisi perencanaan memiliki peran mendasar dan strategis, dan bisa jadi bahwa permasalahan anggaran yang terjadi di pemda KBB ini beranjak dari wilayah perencanaan.

Yang lebih menarik, ungkapan beliau saat memberikan arahan pada acara musrenbang tingkat kecamatan, adalah beliau hadir untuk memastikan tidak ada “penumpang gelap dan beliau mengatakan tidak akan menandatangani dokumen RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) yang bermuat Rencana Pembangunan Tahunan Daerah ini yang tidak diusulkan melalui mekanisne musrenbang.

Secara etimologi yang dimaksud penumpang gelap ini adalah oknum yang menyelinap masuk ke kendaraan umum dengan tujuan tertentu dan tidak bayar.

Namun secara terminologi dimaknai sebagai oknum yang tidak berbuat apa-apa, tapi berusaha menggunakan pengaruhnya untuk mengambil manfaat untuk dirinya.

Pertanyaannya, apakah selama ini di KBB ada Indikasi keberadaan oknum yang bisa disebut penumpang gelap? Berasal dari mana ? Apakah dari unsur publik?, dari unsur pemda, ataukah dari undur dewan?

Selain daripada itu, pernyataan beliau tidak akan menandatangani RKPD bila ada usulan di luar mekanisme musrenbang, maka bagaimana sikap beliau terhadap salah satu materi Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Daerah, pada pasal 78 ayat (2) berbunyi : “Dalam penyusunan rancangan awal RKPD, DPRD memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Perda RPJMD”.

Kemudian dalam pasal berikutnya bahwa rancangan RKPD ini wajib disosialisasikan kepada pemangku kepentingan/publik untuk perbaikan & penyempurnaan?

Penulis yakin dan percaya bahwa beliau ini berasal dari sosok birokrat profesional yang menduduki jabatan strategis di lembaga kemendagri, yang sudah barang tentu memiliki keakhlian di bidang ini, yang lebih paham dari penulis.

Yang perlu dijaga retorika beliau yang lebih bijak dan menyejukan. Ini sebuah seni atau penerapan pola komunikasi bukan merubah karakter yang sesuai dengan keinginan beliau bahwa dalam memimpin KBB ingin menjadi dirinya sendiri.

Maaf, tidak bermaksud menggurui, hal ini demi memenuhi ekspektasi masyarakat agar kepemimimpinan beliau ini berjalan lancar & sukses. Aamiin. Wallohu A’lam. (**).

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top