Cimahi

Tokoh Adat Cireundeu Kini Dukung Investor Perumahan

POTENSI: Kampung Cireundeu Kecamatan Leuwigajah merupakan potensi wisata yang ada di Kota Cimahi.

CIMAHI- Berbeda dari kebanyakan pihak yang dengan saklek menolak pembangunan kompleks perumahan di kawasan Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, tokoh adat Kampung Cireundeu, mengungkapkan pendapat yang sedikit berbeda.

Asep Abas, tokoh adat Kampung Cireundeu, mengungkapkan, ia dan sebagian warga pemilik lahan sebelumnya menolak pembangunan tersebut. Namun menurutnya, investor yang masuk ke Cimahi jangan dipersulit selama mereka mengikuti aturan yang berlaku.

“Kami awalnya memang tidak menghendaki, tapi kalau ada investor yang mau masuk ke Cimahi, selama itu tidak melanggar aturannya sah-sah saja. Tapi kan karena pengembang berjanji memberikan kompensasi ke warga jadi bersedia menjual lahannya dan memang kami mendukung investor yang masuk,” ujar Asep Abas saat ditemui di Kampung Adat Cireundeu, Minggu (29/4/2018).

Kendati demikian, para investor itu harus ikut aturan Pemerintah Kota Cimahi dan aturan adat Cireundeu. Terkait proyek yang menggunduli kawasan Gunung Gajah Langu, menurut pria yang akrab disapa Abah Asep itu, jangan sampai melakukan pembangunan tanpa mempersiapkan segala kebutuhannya.

“Konsep pembangunannya harus terintegrasi, jangan sampai timpang. Ikuti aturan pemerintah dan aturan adat. Jangan menghilangkan RTH sepenuhnya, tetap harus disiapkan sebagai serapan. Untuk lingkungan Cireundeu, dari perumahan disiapkan drainase biar meminimalisir potensi banjir dan longsor,” katanya.

Abah Asep juga mewanti-wanti agar pengembang tidak mengganggu apalagi sampai mengotori Seke (mata air) yang ada di atas Gunung Gajah Langu. Seke itu menjadi tempat yang dikeramatkan oleh warga sebagai sumber kehidupan.

“Di atas juga ada Seke (mata air), dan jangan sampai terganggu meskipun sudah dibebaskan lahannya. Pengembang juga jangan seenaknya, mentang-mentang perumahannya laku, nanti membuka lahan baru tapi posisinya di lereng, kan berbahaya juga kalau seperti itu. Intinya kan kita ingin semua sama-sama enak, pengembang dapat provit, pemilik rumah nyaman, dan warga adat tidak terganggu,” tegasnya.

Hal yang cukup disayangkan oleh Abah Asep saat pengerukan lahan, tidak ada konfirmasi dari pengembang. Padahal sebelumnya sudah sepakat, jika warga dan sesepuh harus diajak ketika akan melakukan pematangan lahan.

Soal lain yang juga membuat Abah Asep dan tokoh adat lainnya agak kurang sepakat, yakni pengembang kompleks perumahan yang dinamai Griya Asri Cireundeu, mendompleng nama Cireundeu untuk menarik minta pembeli.

“Memang tidak ada konfirmasi dulu ke kami. Padahal kami diajak itu kan harus terlihat jelas juga mana batas kampung dan mana batas komplek. Untuk nama kompleks perumahannya juga sebetulnya jangan membawa-bawa nama Cireundeu, karena nama Cireundeu itu kan identiknya dengan kampung adat. Sekarang spanduk dan promosi sudah gencar dilakukan, saya yakin akan banyak yang tertarik,” jelasnya.

Budayawan Cimahi, Hermana, turut angkat bicara. Ia menyayangkan alih fungsi hutan menjadi perumahan di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi

Menurutnya, selain dipastikan merusak lingkungan, digundulinya hutan Gunung Gajah Langu seluas 6,3 hektare itu secara tidak langsung akan menggerus nilai  kebudayaan dan mengurangi kekentalan nilai adat kampung tersebut.

“Saya sangat menyayangkan sekali untuk pengalihan fungsi konservasi alam dijadikan perumahan. Keaslian Kampung Adat Cireundeu, lambat laun akan tergerus. Dimana peran pemerintah daerah untuk menjaga keaslian budaya Cimahi,” kata Hermana.

Selain itu, lanjut Hermana, dengan digempurnya gunung di atas pemukiman warga Kampung Adat Cireundeu itu otomatis akan mengurangi serapan air di Kota Cimahi. Terlebih lagi, di gunung tersebut terdapat satu mata air yang oleh warga sekitar sangat dijaga keasliannya.

“Cimahi sudah tidak punya hutan, habis sama pabrik. Kalau dijadikan perumahan, airnya semakin berkurang. Potensi bencana tentunya akan semakin besar, terlepas dari bagaimana perhitungan yang dilakukan pemerintah sampai bisa memberikan izin,” bebernya.

Sementara itu, Kepala Seksi Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Cimahi, Deden, mengaku kaget ketika mendapat informasi bahwa kawasan Cireundeu akan dijadikan perumahan.

Pihaknya mengaku sangat khawatir dengan adanya alih fungsi lahan itu. Sebab, akan berdampak luas terhadap warga Kampung Adat Cireundeu. Terlebih lagi, kampung adat tersebut sudah terkenal dengan nilai kebudayaannya yang kental. “Kampung adat ini punya nama baik. Nilainya kebudayaannya bisa berkurang. Kami sangat menyayangkan,” kata Deden. (mon)

Digiprove sealCopyright secured by Digiprove
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top