Oleh: Roni Dahroni
Penulis merupakan aktivis sekaligus pemerhati Karang Taruna yang pernah aktif dalam kepengurusan Karang Taruna Desa (2009-2014), Kecamatan (2009-2019), Kabupaten (2018-2023), hingga Provinsi (2017-2022).
PAGI INI, di sela belaian angin segar hari Jum'at tanggal 26 September 2025, kita merenungkan momen bersejarah: Hari Ulang Tahun ke-65 Karang Taruna. Bukan sekadar perayaan bertambahnya angka kronologis, tapi panggilan jiwa untuk bangkit, merefleksikan perjalanan panjang sebagai wadah generasi muda yang tak kenal lelah dalam pengabdian berkegiatan sosial. Lebih dari itu, momentum ini dirangkai indah oleh lahirnya Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Sosial Nomor 25 Tahun 2019 tentang Karang Taruna. Regulasi ini bukan hanya amandemen administratif, melainkan tonggak krusial yang menegaskan kembali posisi Karang Taruna sebagai Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) — wadah bagi sumber daya generasi muda usia 16 hingga 30 tahun untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pelayanan sosial yang berbasis jiwa kesetiakawanan, kepahlawanan, kejuangan, dan gotong royong. Dengan semangat ini, Karang Taruna diharapkan menjadi katalisator utama dalam mengarusutamakan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) — mereka yang terhambat oleh kesulitan ekonomi, sosial, atau gangguan lain — sehingga bantuan sosial tak lagi sekadar program, tapi gerakan kolektif yang inklusif dan berkelanjutan.
Refleksi ini tak lepas dari konteks besar: potensi bonus demografi Indonesia yang sedang mekar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru menunjukkan, pada 2024, jumlah pemuda usia 16-30 tahun mencapai 64,63 juta jiwa atau 23,45 persen dari total penduduk—sebuah "dividen emas" yang diproyeksikan puncaknya hingga 2030. Namun, tantangan nyata mengintai: 7 persen di antaranya masih menganggur, sementara 56,98 persen bekerja di sektor informal yang rentan. Di sinilah Karang Taruna berperan strategis, bukan hanya sebagai penampung energi muda, tapi juga sebagai inkubator karakter yang siap menggerakkan roda ekonomi menuju Indonesia Emas 2045. Bayangkan, jika 64 juta pemuda ini diberdayakan melalui kegiatan sosial Karang Taruna — dari pemberdayaan UMKM hingga penanganan PPKS — kita tak hanya memanen bonus demografi, tapi juga membangun fondasi bangsa maju yang tangguh, adil, makmur, dan sentosa.
Kritis memang jika kita lihat, peran ini harus ditegaskan ulang dengan jelas. Karang Taruna bukan arena pemanfaatan politis semata, melainkan laboratorium pembinaan generasi muda di bidang sosial: mendidik empati, keterampilan kolaboratif, dan tanggung jawab kolektif.
Tapi, refleksi tak lengkap tanpa kritik konstruktif terhadap luka masa lalu. Di Kabupaten Bandung Barat, organisasi Karang Taruna sempat diwarnai noda gelap: kasus korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang menjerat oknum salah satu pengurus terdahulu, dengan kerugian negara mencapai Rp. 1 miliar lebih. Kasus ini bukan akhir, tapi pelajaran pahit yang menuntut urgensi penguatan karakter anti-Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di kalangan generasi muda. Sebuah studi akademik tahun 2022 dari Jurnal Ilmu Sosial Universitas Indonesia menunjukkan, program pendidikan anti-korupsi berbasis komunitas seperti Karang Taruna dapat menurunkan risiko praktik KKN hingga 30 persen di kalangan pemuda usia 16-24 tahun, dengan fokus pada nilai integritas sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan. Ini diperkuat oleh tokoh dunia, Angel Gurría dari OECD, yang berpesan: "Integrity, transparency, and the fight against corruption have to be part of the culture. They have to be taught as fundamental values." Di tengah bonus demografi, penguatan ini bukan opsional, tapi imperatif — agar pemuda tak jadi korban sistem, tapi arsitek perubahan.
Harapan segar datang dari kepemimpinan baru: Budisatrio Djiwandono, yang terpilih sebagai Ketua Umum Karang Taruna Nasional periode 2025-2030 melalui musyawarah mufakat di Temu Karya Nasional lalu. Dengan semangat mudanya yang masih hijau — usia di bawah 40 tahun — Ketua Budi membawa visi inklusif: turun ke desa-desa untuk membangun kepengurusan yang merangkul PPKS dan anti-KKN. Ini sejalan dengan data BPS yang menyoroti 22,09 juta pemuda usia 15-19 tahun sebagai kelompok paling dinamis, siap ditempa menjadi yodha sosial. Kritik kita: jangan biarkan euforia kepemimpinan baru redup; ukurlah dengan aksi nyata, seperti integrasi program anti-korupsi ke seluruh unit terkecil sekalipun dari Karang Taruna.
Di momentum HUT ke-65 ini, harapan besar menggelora: Karang Taruna bangkit sebagai gerakan nasional yang tak tergoyahkan, mengintegrasikan bonus demografi ke relung-relung kesejahteraan sosial, membersihkan noda KKN, dan mengantar Indonesia Emas 2045 dengan tangan pemuda yang bersih dan berapi-api. Seperti kata Bung Karno, "Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia."
Khusus untuk di Kabupaten Bandung Barat, semoga Karang Taruna ke depan mampu dikelola kembali sebagaimana mestinya guna menunjang terwujudnya visi Kabupaten Bandung Barat AMANAH dibawah kepemimpinan Bupati Jeje Ritchie Ismail dan Wakil Bupati H. Asep Ismail.
Dan biarlah sebuah pantun menutup tulisan ini:
Cantik bunga merona-rona, Tersorot sinar Mentari pagi. Baiklah senantiasa Karang Taruna, Menjadi patriot penguat negeri.
Dirgahayu ke-65 Karang Taruna! Bersatu padulah kita semua, di bawah panji Karang Taruna!
Salam Adhitya Karya Mahatva Yodha!.***